Selasa, 11 September 2012

The Inspiring Kodoks :p

9/11/2012 W. Wardani

 

Hari terus berganti, dan detik waktu terus berjalan, hingga hari ini tepat setahun sudah pasangan kodok ini mengarungi lautan kehidupan.
Hari-hari kalian penuh cinta yang tak hanya kau nikmati berdua melainkan terpecik ke semesta
Hari-hari kalian penuh kejujuran yang tak dimiliki oleh semua awak bahtera dalam rumah tangga
Hari-hari kalian penuh inspirasi yang menjadi rujukan kami untuk membangun keluarga kecil nanti
Hari- hari kalian penuh berkah yang melahirkan kebaikan-kebaikan kian bertambah-tambah

HAPPY 1st ANNIVERSARY, 11 September 2011 – 11 September 2012

Semoga semakin unik dan aneh, karena hanya dengan itu kalian tampil penuh inspirasi
Semoga semakin kompak dalam kebaikan, kemanfaatan dan ketaatan
Semoga semakin dimudahkan untuk semua urusannya
Semoga semakin dilancarkan rizkinya
Semoga segera dipertemukan dengan hari terbaik bertemu mba aisy dan mas haqi J terus berjuang dan berhusnudzon
InsyaAllah keberkahan senantiasa meliputi keluarga Ayang bersama Mas Koki
Bahagia dan selamat dunia hingga ke syurga! Amiin Ya Robbal ‘alamiin...

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
*Maaf ayang kmarin kelupaan bikin pesan-kesan, semoga tulisan ini bisa menggantikan yaa... Spesial pake teloorr dah pokoknyaa...

Selasa, 31 Juli 2012

Kami pernah berjanji...

7/31/2012 W. Wardani
 ..............................................................................................
Saksikanlah…

Bahwa kami akan selalu membina, kapan pun, dan dimana pun.

Bahwa kami tidak akan membiarkan lingkaran yang telah terbentuk menjadi terbengkalai dan terlupakan.

Bahwa kami akan selalu memberikan ilmu pada lingkaran kami, bukan sekedar sebagai penggugur kewajiban.

Bahwa kami tidak akan membiarkan saudara kami berjuang sendiri.

Bahwa kami akan senantiasa mengingatkan satu sama lain untuk tetap teguh di jalan dakwah.

Bahwa tidak aka nada perpecahan, kedengkian, dan kebencian di antara kami, 
yang berawal dari mulut dan tingkah laku kami sendiri.

SAATNYA BAGI KAMI UNTUK MENINGGALKAN MEDAN KATA-KATA, 
MENUJU MEDAN AMAL YANG NYATA."
------------------------------------------------------------------------------------
 
Allahu Akbar...! saya tersentak ketika menemukan postingan yang berjudul "sebuah azzam" pas lagi bongkar-bongkar blognya ayang saya orangeumar. Ingatan saya seketika itu meluncur menuju beberapa tahun silam sekitar pertengahan tahun 2010. Hari itu bertepatan di hari ahad, saat saya lepas jaga dari praktek di sebuah RSUD di Boyolali. Saya bersama-sama dengan saudara seperjuangan berkumpul di suatu tempat yang hijau dan teduh di pojok kampus hijau itu. Kami secara sadar dan dengan mengucap syahadat melanjutkannya dengan sebuah ikrar yang kami ucapkan bersama, sebuah azzam untuk senantiasa berada dalam gerbong-gerbong dakwah...
Allahu Ya Robb, Engkau Yang Maha Menyaksikan segala sesuatu telah menyaksikan dan mendengarkan janji kami, azzam kami untuk terus melangkah di jalanan ini...
Allahu Ya Robb, ampuni kami jika kelalaian kami jauh lebih banyak, ampuni kami jika kami sempat melupakan perjanjian ini kepadaMu...
Bimbing kami Ya Robb, tunjukilah kepada jalanMu...
 
-LetsBackToThe RightTrack-

Sabtu, 26 Mei 2012

Menjadi berharga dengan belajar

5/26/2012 W. Wardani

belajar...
disetiap jengkal buminya adalah tempat belajar!
sejengkal rerumputan di dekat comberan rumah kita yang masih senantiasaa bergoyang mengajarkan bagaimana ia sabar terinjak terhempas oleh kaki-kaki manusia yang melangkah dengan penuh kesombongan

belajar...
disetiap detik waktu yang kita lalui adalah waktu belajar!
menghargai waktu adalah cara terbaik untuk kita bersyukur atas nikmat usia yang masih ada

belajar...
disetiap peristiwa yang kita jumpai adalah pembelajaran!
bukan hanya yang membahagiakan dan gemerlapan
dalam ujian pun terslelip sebuah pelajaran

belajar...
disetiap orang yang kita jumpai adalah pelajaran!
bahkan seekor kucing pincang yang lewat didepan mata kita tersisip pelajaran tentang syukur atas langkah-langkah kita yang masih gagah

belajar...
tak ada kata terlambat untuk belajar!
tak ada kata usai untuk belajar
tak ada kata esok untuk belajar
karena sesungguhnya hidup adalah proses belajar yang dimulai sejak kita dilahirkan dan akan berakhir saat tiba kematian

bukankah sudah jelas firman-Nya...?
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat”
(QS.Al Mujadilah : 11)

bahkan diperjelas dalam sebuah hadits...?
“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”
(HR. At-Tirmidzi)

maka,
ia yang berilmu adalah ia yang bersemangat untuk belajar di sepanjang hidupnya
ia yang menjadi berharga di antara sesamanya dengan derajat yang lebih adalah ia yang berilmu
ia yang jalannya ke syurga terbentang di hadapan pandangan adalah ia yang terus belajar menggali ilmu sepanjang waktu...

*(inspirasi pagi belajar bersama kelas khusus AKPI)

Jumat, 25 Mei 2012

Sungguh Melelahkan...

5/25/2012 W. Wardani

Lelah...
Jika hidup hanya mengandalkan otak tanpa hati
Lelah...
Jika harta yang diberikan hanya untuk memenuhi keinginan pribadi yang tak bertepi
Lelah...
Jika otak yang dianugerahkan hanya untuk memikirkan diri sendiri
Lelah...
Jika lisan yang dianugerahkan hanya untuk mengeluhkan keadaan
Lelah...
Jika dua kaki yang diberikan hanya untuk melangkah ke jalan gemerlapan
Lelah...
Jika hati yang Allah anugerahkan hanya untuk tunduk pada dunia semata
Lelah...
Jika dalam hidup yang hanya sekali ini berbatas dinding tinggi dengan Illahi
Sungguh melelahkan...!

Kamis, 19 April 2012

Meng-G.I.L.A sejenak!

4/19/2012 W. Wardani



Saya pernah bermimpi untuk membangunkan jiwa-jiwa muda yang tertidur pulas di tanah tempat saya dilahirkan, dengan menjadi setitik lubang kecil dinding yang gelap gulita sehingga seberkas sinar menembus memberikan udara juga cahaya.

Sebelum sejauh itu saya bermimpi, saya pernah menuliskan keinginan kuat saya untuk mengantarkan kedua orang tua saya yang terdekat dan keluarga besar saya kepada indahnya hidup dalam naungan cintaNya. Hingga harapan saya untuk bersama-sama bertemu dengan orang-orang yang saya cintai di syurga bukan hanya sekedar mimpi.
Dengan takdir saya sebagai anak perempuan satu-satunya dari tiga bersudara sekaligus terbontot, maka saya akan mepet-mepet terus dengan bapak dan ibu serta keluarga besar saya.

Terlebih lagi dengan profesi saya sebagai tenaga kesehatan tentunya itu sudah sedikit memberikan jalan untuk lebih bisa bergandengan dengan sesama ketika memang saya benar-benar bisa berjalan dengan tegar di pelayanan.

Namun waktu memang selalu saja mengajakku untuk lebih banyak berfikir setelah menyaksikan apa-apa yang nampak disepanjang jalan bahkan terkadang merubah arah fikiran saya hingga saya mejadi gila ga karuan.

Setelah saya menyaksikan wanita-wanita luar biasa berbicara di sebuah symposium dengan rentetan huruf penyerta namanya dan riwayat pendidikannya serta kiprahnya yang menggila ternyata membuat saya tergila-gila juga. Kalau sudah gila ya sudah tidak ingat aoa-apa, bahkan saya pun tidak sadar dengan mimpi-mimpi saya di kemudian harinya.

Saya pun bermimpi untuk menapakkan kaki di kota penjajah negeri ini untuk melanjutkan studi. Saya juga bermimpi bahwa untuk meraihnya maka saya harus berani mendekati ibukota dengan segenap keegoisan tanpa ingat nasib bapak-ibu kelak di kampung halaman. Saya pun berambisi untuk fokus memanfaatkan ijazah mengajar agar bisa menjelajah dunia. Hmmm.....gilaaaa......

Hingga suatu hari saya harus bertikai dengan bapak dan ibu untuk diizinkan sampai di sini, di kota kecil perbatasan ibu kota negeri ini, sampai dengan detik ini. Tanpa saya peduli bagaimana air mata ibu saya kering tertumpahkan disetiap hari melawan dentuman kerinduan dan deraan sepi tak bertepi. Tanpa saya berempati betapa sakitnya bapak saya saat serangan prostat datang tanpa permisi pada pukul 03.00 dini hari namun harus berjuang bertahan sembari mengemudikan mobil menuju rumah sakit di pusat kota untuk mendapatkan pertolongan pertama.
Ya...inilah saya yang sedang gila... yang namanya gila ya gila... Gak ingat apa-apa... Ga sadar harus bagaimana... Gila itu tidak tahu diri dan sekitarnya... Itulah saya beberapa tahun belakangan... Egois dan idealis tanpa pandang bulu alis. Dengan kata “pokoknya” maka semuanya akan menjadi ada dan bisa... Gila tingkat Internasional dah pokoknya...hehee...

Lalu...menyesal telah menggila...? Alhamdulillah tidak!. Setelah saya tersadarkan, saya bersyukur telah menjadi gila, karena dengannya saya bisa merasakan nikmatnya waras. Hehee...

Dengan gilanya saya hingga nekat melesat sampai di kota ini juga merupakan bagian takdir Allah, saya yakin itu!. Ini adalah jalan dari Allah untuk mempertemukan saya dengan seseorang yang ternyata semakin menguatkan saya untuk kembali waras dan mengingat semua hal yang pernah saya mimpikan jaman dulu. Sebuah mimpi untuk “bali ndeso makaryo neguhake cagaking agomo” (kembali ke daerah menebarkan Islam untuk semesta melalui profesi yang digeluti), begitulah dulu saya pernah bermimpi dengan segenap kejujuran.

Di sini, di tempat ini saya dipertemukan dengan sosok bidan yang luar biasa, namanya Bunda Jubaedah, cerita sekilas tentangnya sudah pernah saya uraikan sebelumnya di sini.  Alhamdulillah, dengan melihat beliau saya semakin waras dan sadar dengan sepenuhnya bahwa saya harus pulang.

Sudah saatnya saya tunduk dan memenuhi apa yang orang tua saya inginkan. Kalau tidak sekarang lantas mau kapan lagi...? mau menunda lagi lalu menyesal seumur hidup...? gak kan Win...?!, ooh tentu tidak!. Saat saya pulang liburan pekan lalu ibu dan bapak berbisik bahwa keduanya hanya menginginkan saya untuk berkenan menemaninya di masa-masa tuanya, hanya itu saja tidak lebih!. Sudah cukup, pemberontakan harus dihentikan.  Jangan maunya menang sendiri. Inilah saatnya saya berada di depan persimpangan antara idealita dan realita, antara cita-cinta dan orang tua...

Dan saya sudah mulai terbayang bahagianya mengemudikan mobil mengantar bapak dan ibu ke Islamic Center menghadiri pengajian di setiap Ahad Pagi...
Betapa bahagianya menyaksikan si kecil Qowy, Azam dan Tsabita berpacu belajar “a..ba..ta..tsa” bersama kakek dan neneknya selepas maghrib...
Indah pastinya berangkat manasik hingga berfoto dihadapan ka’bah berempat tepat di tahun yang telah dituliskan dalam lembar-lembar impian...
Hmm....bibir saya hingga tak bisa berhenti tersenyum membayangkan semuanya....

Ayo kembali buka lembaran-lembaran impian yang penuh dengan kejujuran sembari membaktikan diri untuk ibu bapak, dengan begitu yakinlah bahwa restu dan do’a keduanya akan menghadirkan ridho Allah sehingga engkaupun akan bahagia dipuncak-puncak kesuksesan yang luar biasa tak terduga  nantinya... Aamiin...

Bukankah perjalanan hidup ini adalah untuk menuai barokah serta mempersiapkan kematian yang indah...? Kejar Win...Dapatkan semua itu Win...!!!

Inspirasi senja @ Toyota Innova F17

4/19/2012 W. Wardani


Sekitar 25 tahun yang lalu saya jadi bidan desa di desa ini mba, setiap mau ke Puskesmas saya jalan pakai sepatu terus saya bungkus kresek biar sesampainya di Puskesmas sepatu saya tetap bersih.
Untuk sweeping ke rumah-rumah ibu hamil saya pakai ojek langganan yang sengaja saya sewa untuk mengantar ke mana-mana karena saya tidak bisa naik motor, jalanan disini belum ada yang di aspal atau cor...hmmm sekarang sudah banyak ya yang berubah...
Selama mengabdi di sini saya punya -kader gembol-, beliau selalu setia dengan saya, kemanapun ada kegiatan saya selalu ajak beliau, bahkan sekarang masih sangat bersemangat mendatangi posyandu kata bu RW
Selama ini apa yang saya ajarkan ke mahasiswa berdasarkan pengalaman-pengalaman saya selama di lapangan, mba. Itu akan lebih mengena daripada kita hanya sekedar menyampaikan cerita teoritis karena pada dasarnya apa yang ada pada teori itu sangat berbeda dengan praktek di lapangan.
Bersinggungan langsung dengan masyarakat akan sangat membahagiakan. Banyak ilmu dan banyak kebijaksanaan-kebijaksanaan yang muncul dari sana. Kita menjadi lebih peka dan terbuka.
Menjadi seorang bidan itu memang tidak mudah, apalagi ketika kita menjadi pelaksana di lapangan bersinggungan dengan banyak orang, setiap ucapan yang keluar dari mulut kita, setiap pakaian yang kita kenakan, setiap tindak tanduk dan perbuatan kita, semuanya akan menjadi sangat diperhatikan oleh masyarakat. Knowledge sampai performance itu akan dilihat dan dijadikan panutan oleh masyarakat. Baik-baik menjaga dan mengendalikan diri itu kuncinya.

(Percakapan sederhana penuh makna dalam perjalanan Supervisi Mahasiswa PKK Komunitas dari RW 04 – 05 – 13 – 07 – 01 Ds.Rawa Kalong, Kec. Gn. Sindur, Kab.Bogor @Toyota Innova -F 17-)
....................................................................

25 tahun yang lalu beliau menjadi bidan di desa ini, dan hari ini 5 April 2012 beliau memberikan sambutan selaku direktur AKBID dan Ketua IBI Kabupaten Bogor dalam penutupan kegiatan PKK Komunitas. Untuk kedua amanahnya yang sangat berat tersebut bertepatan dengan kesibukan beliau mengambil studi S3,  beliau memutuskan untuk mengambil cuti di luar tanggungan negara dari PNS sebagai Bidan Koordinator di Puskesmas.
Kebetulan suaminya bekerja sebagai Kasat Lantas di Indramayu, sehingga setiap hari sabtu sampai ahad sore beliau harus meluncur ke kota tersebut untuk membaktikan diri pada suaminya tercinta. Kedua putrinya dari sisi akademis tak kalah dengan teman-temannya.

Saya mengagumimu, bunda... Profesionalitas, personality, performance yang tak pernah layu walau hari sudah malam sedangkan kita masih berjibaku dengan rapat panjang nan melelahkan.
Semangat dan komitmen yang tak pernah pudar terpancar dari wajah dan gerakmu, bunda... Walau pukul 02.00 dini hari baru menginjakkan kaki di kamar tidur namun jam 05.00 bunda sudah bersiap siaga di depan Gapura Kahuripan beberapa puluh kilometer dari rumah bunda untuk menghampiri saya menuju Jakarta Pusat.

Betapa letihnya ragamu sudah tak terasa karena senyum orang-orang disekitarmu adalah segalanya bagimu. Semoga secangkir kopi waktu itu mampu mengungkapkan betapa aku mengagumimu, bunda...

#bunda = Hj.Ade Jubaedah SSiT. M.Kes.
.:dirktur Akbid Pelita Ilmu 2008 – sekarang
.:pengajar di beberapa AKBID swasta wilayah bodetabek
.:Ketua IBI Kabupaten Bogor
.:Bidan Koordinator @Puskesmas Gunung Sindur
.:Owner Rumah Bersalin @ Kayumanis Bogor

Senin, 13 Februari 2012

Allah yang akan menjagamu melalui hati-hati hambaNya...

2/13/2012 W. Wardani

Di sudut teras Puskesmas Gunung Putri
Di ujung kursi tunggu kau mengalihkan tatapanku
Renta tubuhmu dengan compang-camping kain seadanya
Dari balik kaca mobil tak dapat pandangku berpindah sedetik saja
Semakin lama aku kian terpana tak berdaya
Hingga mengalirlah tetes demi tetes embun di ujung mata

Di usia senja pundakmu masih saja kuat memanggul tas berisi baju-baju seadanya
Tak ada arah tak ada tujuan tak ada jemputan juga penantian
Di sinipun hanya persinggahan sesaat
Tuk sejenak melumat sebatang ubi goreng dan seteguk air kecoklatan
Semakin air mataku meleleh tak tertahankan

Dalam diam hati ku bertanya-tanya
Mana bakti putra putri yang dulu engkau susui
Atau memang engkau tinggal sebatang kara
Segera beranjak aku dari balik kaca
Berlari mencarikan untukmu sesuatu yang bermakna
Tak seberapa aku memberikan sesuatu
Terlantun serangkaian do’a tulus nan panjang dari lisanmu untukku
Lembut tangan keriputmu menggenggam jemariku seakan engkau rindu dengan buah hatimu

Dia adalah seorang wanita renta yang usianya telah senja
ibu yang mungkin hanya tinggal sebatang kara
disaat tak ada atap untuk berteduh
hatimu tak goyah dengan keyakinan bahwa Allah telah membentangkan langitNya sebagai atap
disaat tak ada dinding untuk bersandar
hatimu tetap teguh bahwa Allah telah menciptakan gunung sebagai pasak bumi
disaat tak tersedia hidangan penuh kenikmatan
hatimu kuat menggenggam janjiNya bahwa Allah lah yang memelihara setiap hamba
disaat tak ada sehelai pun alat tukar
hatimu tiada gelisah karena engkau yakin bahwa manusia tak akan menemui ajalnya hingga telah sampai rizkinya

Hanya sekejap berjumpa namun engkau ajarkan berjuta makna
Allah yang akan menjagamu melalui hati-hati hambaNya yang lembut
Allah yang senantiasa memeliharamu melalui tangan-tangan insan dermawan
Tarbiyah dan tazkiyah an nafs di kamis siang yang menantang
Subhanallah....

Sungguh betapa janjiNya adalah nyata,

Kamis, 05 Januari 2012

Sadar akan sebuah kehilangan...

1/05/2012 W. Wardani

“Orang yang pandai adalah yang senantiasa mengoreksi diri dan menyiapkan bekal kematian. Dan orang yang rendah adalah yang selalu menurutkan hawa nafsu dan berangan-angan kepada Allah.” (At-Tirmidzi)

Maha Besar Allah Yang menghidupkan bumi setelah matinya. Air tercurah dari langit membasahi tanah-tanah yang sebelumnya gersang. Aneka benih kehidupan pun tumbuh dan berkembang. Sayangnya, justru manusia mematikan sesuatu yang sebelumnya hidup.

Tanpa terasa, kita sudah begitu boros terhadap waktu...
Trend hidup saat ini memaksa siapapun untuk menatap dunia menjadi begitu mengasyikkan. Serba mudah dan mewah. Sebuah keadaan dimana nilai kucuran keringat tergusur dengan kelincahan jari memencet tombol. Dengan bahasa lain, dunia menjadi begitu menerlenakan.

Tidak heran jika gaya hidup perkotaan menggiring orang menjadi manja. Senang bersantai dan malas kerja keras. Di suasana serba mudah itulah, waktu menjadi begitu murah. Detik, menit, jam, hingga hari, bisa berlalu begitu saja dalam gumulan gaya hidup santai.

Sebagai perumpamaan, jika seseorang menyediakan kita uang sebesar 86.400 rupiah setiap hari. Dan jika tidak habis, uang itu mesti dikembalikan; pasti kita akan memanfaatkan uang itu buat sesuatu yang bernilai investasi. Karena boleh jadi, kita tak punya apa-apa ketika aliran jatah itu berhenti. Dan sangat bodoh jika dihambur-hamburkan tanpa memenuhi kebutuhan yang bermanfaat.

Begitulah waktu. Tiap hari Allah menyediakan kita tidak kurang dari 86.400 detik. Jika hari berganti, berlalu pula waktu kemarin tanpa bisa mengambil waktu yang tersisa. Dan di hari yang baru, kembali Allah sediakan jumlah waktu yang sama. Begitu seterusnya. Hingga, tak ada lagi jatah waktu yang diberikan.

Sayangnya, tidak sedikit yang gemar membelanjakan waktu cuma buat yang remeh-temeh. Dan penyesalan pun muncul ketika jatah waktu dicabut. Tanpa pemberitahuan, tanpa teguran.
Allah swt. berfirman, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (dari Allah swt.).” (Al-Anbiya’: 1)

Tanpa terasa, kita kian jauh dari keteladanan Rasul dan para sahabat...
Pergaulan hidup antar manusia memunculkan tarik-menarik pengaruh. Saat itulah, tanpa terasa, terjadi pertukaran selera, gaya, kebiasaan, dan perilaku. Semakin luas cakupan pergaulan, kian besar gaya tarik menarik yang terjadi.

Masalahnya, tidak selamanya stamina seseorang berada pada posisi prima. Kadang bisa surut. Ketika itu, ia lebih berpeluang ditarik daripada menarik. Tanpa sadar, terjadi perembesan pengaruh luar pada diri seseorang. Pelan tapi pasti.

Suatu saat, orang tidak merasa berat hati melakukan perbuatan yang dulunya pernah dibenci. Dan itu bukan lantaran keterpaksaan. Tapi, karena adanya pelarutan dalam diri terhadap nilai-nilai yang bukan sekadar tidak pernah dicontohkan Rasul, bahkan dilarang. Sekali lagi, pelan tapi pasti.
Anas bin Malik pernah menyampaikan sebuah ungkapan yang begitu dahsyat di hadapan generasi setelah para sahabat Rasul. Anas mengatakan, “Sesungguhnya kamu kini telah melakukan beberapa amal perbuatan yang dalam pandanganmu remeh, sekecil rambut; padahal perbuatan itu dahulu di masa Nabi saw. kami anggap termasuk perbuatan yang merusak agama.” (Bukhari)

Tanpa terasa, kita jadi begitu asing dengan Islam...
Pelunturan terhadap nilai yang dipegang seorang hamba Allah terjadi tidak serentak. Tapi, begitu halus: sedikit demi sedikit. Pada saatnya, hamba Allah ini merasa asing dengan nilai Islam itu sendiri.

Ajaran Islam tentang ukhuwah misalnya. Kebanyakan muslim paham betul kalau orang yang beriman itu bersaudara. Saling tolong. Saling mencintai. Dan, saling memberikan pembelaan. Tapi anehnya, justru nilai-nilai itu menjadi tidak lumrah.

Semua pertolongan, perlindungan, pengorbanan kerap dinilai dengan kompensasi. Ada hak, ada kewajiban. Ada uang, ada pelayanan. Tiba-tiba seorang muslim jadi merasa wajar hidup dalam karakter individualistik. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, seorang dai merasa enggan berceramah di suatu tempat karena nilai bayarannya kecil. Sekali lagi, tak ada uang, tak ada pelayanan.
Firman Allah swt. “Dan sesungguhnya jika Kami menghendaki, niscaya Kami lenyapkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, dan dengan pelenyapan itu, kamu tidak akan mendapatkan seorang pembela pun terhadap Kami, kecuali karena rahmat dari Tuhanmu….” (Al-Isra’: 86-87)


Tanpa terasa, kita tak lagi dekat dengan Allah swt....
Inilah sumber dari pelunturan nilai keimanan seorang hamba. Kalau orang tak lagi dekat dengan majikannya, sulit bisa diharapkan bagus dalam kerjanya. Kesungguhan kerjanya begitu melemah. Bahkan tak lagi punya nilai. Asal-asalan.

Jika ini yang terus terjadi, tidak tertutup kemungkinan, ia lupa dengan sang majikan. Ketika seorang hamba melupakan Tuhannya, Allah akan membuat orang itu lupa terhadap diri orangnya sendiri. Ada krisis identitas. Orang tak lagi paham, kenapa ia hidup, dan ke arah mana langkahnya berakhir.
Maha Benar Allah dalam firman-Nya, Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. (Al-Hasyr: 19)


_repost : dakwatuna.com_ 

Need an Invite?

Want to attend the wedding event? Be our guest, give us a message.

Nama Email * Pesan *