Jumat, 18 November 2011

Tagged Under:

Tengoklah ke bawah lalu bersyukurlah!

Share


Lihatlah mereka yang berada di bawahmu agar engkau selalu bersyukur pada Rabbmu atas apa yang engkau miliki saat ini dan bersabar atas apa yang sedang engkau usahakan...
.......................................

    Pagi ini memang aku berniat untuk jalan kaki dengan ibu, menghirup udara segar pedesaan di pagi hari sembari olahraga dan membeli belanja untuk di masak hari ini. Ternyata niat itu hanya sebatas niat dan ibuku akhirnya berjalan sendiri.
     Seperti biasa di desa saya, setiap pagi akan banyak manusia berada di luar rumah untuk sekedar menyapu halamannya, jadi bisa dibayangkan jika berjalan pagi sekitar 1km dan di sepanjang jalan itu terdapat 20 rumah penduduk maka gigi ini seakan kering karena harus banyak tersenyum dan menyapa. Tak mengapalah, Insya Allah jika dilakukan dengan ikhlas maka ini adalah amal baik yang siap dipanen di akhirat kelak.
    Sampai di sebuah rumah yang sangat jauh dari layak, langkah ibu dihentikan oleh seorang wanita janda paruh baya. Namanya Bu Lasih, tapi kami biasa memanggilnya dengan  “Mbak Sih”. Beliau janda yang sholih, usianya sekitar 40-an dengan dua anak laki-laki. Jagoannya yang pertama saat ini tengah menghuni LP di kotamadya dan jagoan keduanya masih duduk di bangku SMK. Kenapa saya bilang beliau sholih? Karena hampir setiap azan berkumandang dari surau kami maka di antara hitungan jari wanita yang mengikuti sholat berjamaah beliau menduduki peringkat pertama yang paling jarang absen.

 Beliau cukup dekat dengan keluargaku karena sesekali kami membutuhkan tenaganya untuk membantu menghaluskan pakaian habis cuci di rumah saya. Beliau bekerja serabutan, buruh tani kalau lagi musimnya dan juga buruh rumahan kalau ada yang sedang membutuhkan. Kalu memang di satu hari tidak dibutuhkan orang maka secara logika dan matematis sudah bisa dipastikan beliau tidak makan, namun Allah Maha Kaya jadi bisa saja beliau tetap makan apapun makanannya asal halal untuk mengganjal lilitan lapar.
“Kok buru-buru bu warno? monggo sini mampir dulu di gubug saya“, sambil menghentikan ayunan sapu beliau menarik tangan ibuku dan menghentikan langkahnya. Maka ibuku pun berhenti dan mendekati Mbak Sih sembari duduk di halaman.
“Kenapa mbak Sih kok berkaca-kaca?”, ibuku berbisik lirih di dekat telinganya.
“Setiap sholat malam saya menangis bu, sulit sekali mendapatkan sumber untuk menyambung hidup”, beliau berbisik lirih kepada ibuku dan bulir bening membasahi pipinya yang meggurat jelas oleh usia dan kerasnya bergelut dengan kerasnya kehidupan.
“Saya bekerja di rumah orang dari jam 8.00 sampai jam 13.00 diberi upah 10.000 per hari dan itupun masih diolor sama majikan saya kadang sampai jam 15.00”, ia mulai terisak.
Lanjutnya,” setiap pagi anak saya sekolah dengan uang saku Rp 5.000 itupun kadang- kadang saja, karena saya juga harus menjenguk anak saya yang di LP Madiun setiap minggu, sisanya untuk makan sedapatnya”.
“Beberapa hari yang lalu saya membutuhkan uang untuk biaya sekolah anak saya, akhirnya saya berniat meminjam ke majikan lalu diberilah saya uang sebesar 600.000, tapi ternyata majikan saya bilang bahwa itu adalah gaji saya selam 2 bulan ke depan”, tubuhnya semakin berguncang sembari mengutarakan kesedihannya itu.
Lanjutnya, “tiga perempat uang itu sudah untuk sekolah anak saya dan sisanya untuk biaya hidup selam 1 minggu ini, saya harus bertahan selama 1 bulan 3 minggu atau 7 minggu ke depan, saya bekerja tanpa gaijan dan itu berarti juga saya tidak tahu harus makan dari mana setiap harinya”.
Ibuku terdiam, menarik nafas panjang dan bersyukur dalam hatinya bahwa keluarga kami masih diberikan kenikmatan yang berlimpah sembari menenangkan dan menguatkan Mbak Lasih.
Sampai di sini ibu saya bercerita dengan detail tentang jalan-jalan paginya, selebihnya kami berfikir dan belajar atas pelajaran fajar yang mengharukan.

...........................
Quote of today: 
Jika Allah masih membukakan mata kita di pagi hari ini, maka Allah juga tidak akan menyia-nyiakan hambaNya tanpa sebutir nasi, selembar kain dan sejengkal keteduhan dari sengatan panas dan deraan hujan karena kata Rasul bahwa suatu jiwa tidak akan mati hingga telah sempurna rezekinya
Trimakasih Ya Allah untuk pengingatan pagi yang membuat kami malu semalunya atas ibadah yang lamban, atas keluhan yang selalu muncul daripada syukur dan kesabaran. Senantiasa ingatkan kami disaat kami lalai Ya Robb dan jangan Engkau hukum kami dengan hukuman yang tak mampu kami pikul sebagaimana orang-orang terdahulu. Istiqomahkan kami di jalanMu, Ya Robb hingga husnul khotimah...Amiin.

5 komentar:

  1. LP itu apa ya mba? :D

    sedih bacanya.. mbak Sihnya kasiaan :'(
    alhamdulillah sekali aku ditempatkan pada keluarga yang berkecukupan..

    BalasHapus
  2. LP (lembaga permasyarakatan) alias ruangan berjeruji besi...
    Iya, pagi yang menyayat hati ini mendengar cerita ibu tadi... Alhamdulillah...
    Mohon didoakan untuk orang-orang yang mungkin kurang seberuntung kita... :)

    BalasHapus
  3. terimah kasih dah diingatkan...

    urusan dunia liat kebawah..urusan akhirat liat ke atas..

    BalasHapus
  4. ^_^ subhanalloh...

    Jika Allah masih membukakan mata kita di pagi hari ini, maka Allah juga tidak akan menyia-nyiakan hambaNya tanpa sebutir nasi, selembar kain dan sejengkal keteduhan dari sengatan panas dan deraan hujan karena kata Rasul bahwa suatu jiwa tidak akan mati hingga telah sempurna rezekinya

    Syukron jidan sudah diingatkan...^_^

    BalasHapus
  5. @ all: Alhamdulillah, indah ukhuwah berlandas iman. Semoga bisa saling mengingatkan... :)

    BalasHapus

Need an Invite?

Want to attend the wedding event? Be our guest, give us a message.

Nama Email * Pesan *