Kamis, 19 April 2012

Tagged Under:

Meng-G.I.L.A sejenak!

Share



Saya pernah bermimpi untuk membangunkan jiwa-jiwa muda yang tertidur pulas di tanah tempat saya dilahirkan, dengan menjadi setitik lubang kecil dinding yang gelap gulita sehingga seberkas sinar menembus memberikan udara juga cahaya.

Sebelum sejauh itu saya bermimpi, saya pernah menuliskan keinginan kuat saya untuk mengantarkan kedua orang tua saya yang terdekat dan keluarga besar saya kepada indahnya hidup dalam naungan cintaNya. Hingga harapan saya untuk bersama-sama bertemu dengan orang-orang yang saya cintai di syurga bukan hanya sekedar mimpi.
Dengan takdir saya sebagai anak perempuan satu-satunya dari tiga bersudara sekaligus terbontot, maka saya akan mepet-mepet terus dengan bapak dan ibu serta keluarga besar saya.

Terlebih lagi dengan profesi saya sebagai tenaga kesehatan tentunya itu sudah sedikit memberikan jalan untuk lebih bisa bergandengan dengan sesama ketika memang saya benar-benar bisa berjalan dengan tegar di pelayanan.

Namun waktu memang selalu saja mengajakku untuk lebih banyak berfikir setelah menyaksikan apa-apa yang nampak disepanjang jalan bahkan terkadang merubah arah fikiran saya hingga saya mejadi gila ga karuan.

Setelah saya menyaksikan wanita-wanita luar biasa berbicara di sebuah symposium dengan rentetan huruf penyerta namanya dan riwayat pendidikannya serta kiprahnya yang menggila ternyata membuat saya tergila-gila juga. Kalau sudah gila ya sudah tidak ingat aoa-apa, bahkan saya pun tidak sadar dengan mimpi-mimpi saya di kemudian harinya.

Saya pun bermimpi untuk menapakkan kaki di kota penjajah negeri ini untuk melanjutkan studi. Saya juga bermimpi bahwa untuk meraihnya maka saya harus berani mendekati ibukota dengan segenap keegoisan tanpa ingat nasib bapak-ibu kelak di kampung halaman. Saya pun berambisi untuk fokus memanfaatkan ijazah mengajar agar bisa menjelajah dunia. Hmmm.....gilaaaa......

Hingga suatu hari saya harus bertikai dengan bapak dan ibu untuk diizinkan sampai di sini, di kota kecil perbatasan ibu kota negeri ini, sampai dengan detik ini. Tanpa saya peduli bagaimana air mata ibu saya kering tertumpahkan disetiap hari melawan dentuman kerinduan dan deraan sepi tak bertepi. Tanpa saya berempati betapa sakitnya bapak saya saat serangan prostat datang tanpa permisi pada pukul 03.00 dini hari namun harus berjuang bertahan sembari mengemudikan mobil menuju rumah sakit di pusat kota untuk mendapatkan pertolongan pertama.
Ya...inilah saya yang sedang gila... yang namanya gila ya gila... Gak ingat apa-apa... Ga sadar harus bagaimana... Gila itu tidak tahu diri dan sekitarnya... Itulah saya beberapa tahun belakangan... Egois dan idealis tanpa pandang bulu alis. Dengan kata “pokoknya” maka semuanya akan menjadi ada dan bisa... Gila tingkat Internasional dah pokoknya...hehee...

Lalu...menyesal telah menggila...? Alhamdulillah tidak!. Setelah saya tersadarkan, saya bersyukur telah menjadi gila, karena dengannya saya bisa merasakan nikmatnya waras. Hehee...

Dengan gilanya saya hingga nekat melesat sampai di kota ini juga merupakan bagian takdir Allah, saya yakin itu!. Ini adalah jalan dari Allah untuk mempertemukan saya dengan seseorang yang ternyata semakin menguatkan saya untuk kembali waras dan mengingat semua hal yang pernah saya mimpikan jaman dulu. Sebuah mimpi untuk “bali ndeso makaryo neguhake cagaking agomo” (kembali ke daerah menebarkan Islam untuk semesta melalui profesi yang digeluti), begitulah dulu saya pernah bermimpi dengan segenap kejujuran.

Di sini, di tempat ini saya dipertemukan dengan sosok bidan yang luar biasa, namanya Bunda Jubaedah, cerita sekilas tentangnya sudah pernah saya uraikan sebelumnya di sini.  Alhamdulillah, dengan melihat beliau saya semakin waras dan sadar dengan sepenuhnya bahwa saya harus pulang.

Sudah saatnya saya tunduk dan memenuhi apa yang orang tua saya inginkan. Kalau tidak sekarang lantas mau kapan lagi...? mau menunda lagi lalu menyesal seumur hidup...? gak kan Win...?!, ooh tentu tidak!. Saat saya pulang liburan pekan lalu ibu dan bapak berbisik bahwa keduanya hanya menginginkan saya untuk berkenan menemaninya di masa-masa tuanya, hanya itu saja tidak lebih!. Sudah cukup, pemberontakan harus dihentikan.  Jangan maunya menang sendiri. Inilah saatnya saya berada di depan persimpangan antara idealita dan realita, antara cita-cinta dan orang tua...

Dan saya sudah mulai terbayang bahagianya mengemudikan mobil mengantar bapak dan ibu ke Islamic Center menghadiri pengajian di setiap Ahad Pagi...
Betapa bahagianya menyaksikan si kecil Qowy, Azam dan Tsabita berpacu belajar “a..ba..ta..tsa” bersama kakek dan neneknya selepas maghrib...
Indah pastinya berangkat manasik hingga berfoto dihadapan ka’bah berempat tepat di tahun yang telah dituliskan dalam lembar-lembar impian...
Hmm....bibir saya hingga tak bisa berhenti tersenyum membayangkan semuanya....

Ayo kembali buka lembaran-lembaran impian yang penuh dengan kejujuran sembari membaktikan diri untuk ibu bapak, dengan begitu yakinlah bahwa restu dan do’a keduanya akan menghadirkan ridho Allah sehingga engkaupun akan bahagia dipuncak-puncak kesuksesan yang luar biasa tak terduga  nantinya... Aamiin...

Bukankah perjalanan hidup ini adalah untuk menuai barokah serta mempersiapkan kematian yang indah...? Kejar Win...Dapatkan semua itu Win...!!!

1 komentar:

  1. Blognya bgus mbak..
    Salam kenal..
    Izin follow ya mbak, jika berkenna followback jg untuk brbagi..
    ^_^

    BalasHapus

Need an Invite?

Want to attend the wedding event? Be our guest, give us a message.

Nama Email * Pesan *